Gak ada yang istimewa di perayaan ulang tahun kali ini. Seperti biasa, bangun tidur cuma tiup lilin dan masak nasi kuning untuk dinikmati bersama. Biasanya ada Naning (yang kadang ajak Gerry) yang dateng ke rumah untuk makan bareng, tapi karena dia lagi balik ke Jakarta, jadi makan-makannya cuma bertiga aja.

Pun gak ada kue ulang tahun untuk tiup lilin. Diganti dengan semangka. Kenapa? Alasan utamanya sebenarnya untuk mengawali hidup sehat *alah*. Sejak nonton beberapa film dokumenter tentang makanan, membuat pandangan saya terhadap gula, grains dan beberapa bahan makanan lain jadi berbeda. Bukannya trus sama sekali gak mau makan gula dll, tapi ah panjang lah alasannya. HAHAHAH. Nanti saja diceritakan terpisah. Plus juga L sebenarnya lactose intolerant, walaupun tidak terlalu parah, tapi kalo kena susu sapi (yang biasanya ada di cake dan sweets) bisa kentut-kentut hihihi.

Lalu kenapa semangka? Ya yang gampang aja, tinggal beli lalu dibelah tempelin lilin, kalo pisang susah nempelin lilinnya heheheh.

Begitu juga dengan nasi kuning. Sudah mendarah daging dalam kehidupan saya kalo ada yang ulang tahun, selalu ada nasi kuning di meja makan. Bahkan nenek saya yang usianya 85 tahun, masih menyiapkan nasi kuning lengkap untuk Bapak saya ketika beliau ulang tahun yang ke 59, Agustus lalu. Jadi rasanya kalo gak bikin nasi kuning, kayak ada yang kurang.

Mbak L,

Sudah 4 tahun. Sudah besar. Januari depan sudah sekolah beneran. Bapak sama Ibu selalu berharap kamu mendapat kebaikan-kebaikan yang pantas kamu dapatkan lalu meneruskannya kepada sekitar.

Kita tidak datang dari keluarga berada. Semuanya biasa-biasa saja. Tetapi cukup. Tidak lebih tetapi tidak kekurangan. Alhamdulillah. Semoga kita semua selalu diberi kecukupan untuk menjalankan hidup ini dengan semestinya. Bapak dan Ibu selalu berusaha agar kamu tidak perlu merasakan apa yang pernah kami alami untuk sampai di titik ini. Semoga ya Mbak..

Oh kelupaan. Berbahagialah selalu, Mbak! 😀

Bonus:

Video tiup lilin. Sebel karena lilinnya gak mati-mati :p